Posted by: bkmbaharisejahtera | 25 March 2010

WISATA BAHARI DI SURABAYA

Wisata bahari dan perairan jangan melepaskan warisan sungai Kalimas yang membentang penuh sejarah di tengah-tengah kota Surabaya. Dalam konteks ini, revitalisasi Kalimas yang telah dimulai tahun lalu sangat relevan.

TAHUN 2009 ditetapkan sebagai Visit Indonesia Year (VIY) perpanjangan dari tahun sebelumnya. Bedanya, tahun ini difokuskan pada sektor ”MICE (meeting, incentive, conference, exhibition) dan Marine Tourism.” Depbudpar RI memfokuskan tiga kegiatan bahari yakni, cruise, yacht/sailing, dan diving yang menjadi pilar dalam mengembangkan wisata bahari.

Pada 2008, kegiatan wisata bahari memberikan kontribusi cukup besar, khususnya dalam pencapaian target kunjungan maupun perolehan devisa wisman. Rata-rata lama tinggal para yachter misalnya, sekitar tiga bulan dengan belanja 30 dolar AS per hari per orang. Wisata bahari juga memberikan kontribusi sebagai prime mover bagi pengembangan wilayah khususnya kawasan Indonesia Timur.

Hall (2001) menyebutkan bahwa konsep pariwisata pesisir (coastal tourism) atau pariwisata bahari (marine tourism) meliputi kegiatan wisata, leisure dan rekreasi yang dilakukan di wilayah pesisir dan perairan laut (pariwisata pesisir dan laut; PPL).

Sedangkan Orams (1999) memberikan definisi marine tourism sebagai “those recreational activities that involve travel way from one’s place of residence and which have as their host or focus the marine environment.”

Wisata bahari bisa berpadu erat dengan wisata pesisir. Karena itu, potensi kebaharian tidak semata-mata pada tiga klasifikasi di atas seperti yang dirumuskan Depbudpar. Bisa bergantung pada kesiapan dan resources yang dimiliki setiap daerah.

Kebaharian bagi berbagai daerah di Tanah Air, khususnya Surabaya, bukan hal baru. Sejarah mencatat, sejak masih bernama Hindia Belanda merupakan perairan kapal pesiar. Kapal-kapal mewah dengan bendera negara-negara Skandinavia, Inggris, Amerika, Federasi Rusia dan negara-negara lain, dari waktu ke waktu mampir ke Indonesia.

Dalam konteks Surabaya, pengembangan wisata bahari dan wisata pesisir sejalan dengan kondisi wilayah kota pelabuhan, kota pantai, serta kota yang dibelah Sungai bersejarah.

Kebaharian di Surabaya tak dapat melepaskan peran dan eksistensi pelabuhan Tanjung Perak maupun pelabuhan tradisional Kalimas. Logika dasar yang digunakan dalam wisata bahari adalah, mengintensifkan kedatangan wisatawan mancanegara melalui jalur laut, yaitu dibawah oleh cruise-cruise asing.

Pemkot Surabaya bersama Surabaya Tourism Promotion Board sendiri berupaya keras untuk mendatangkan cruise-cruise asing, membuat paket wisata singkat bagi penumpang kapal tersebut.

Tidak hanya Tanjung Perak, pelabuhan tradisional Kalimas beserta kapal tradisional khas Suku Bugis, jelas-jelas menjadi saksi dan bahkan pelaku sejarah gilang-gemilang kebaharian di Nusantara.

Dalam buku “Penjelajah Bahari” (karangan Robert Dick-Read, Mizan, 2008), dipaparkan bukti-bukti mutakhir bahwa para pelaut Nusantara telah menaklukkan samudra jauh sebelum bangsa Eropa, Arab dan bahkan China memulai zaman penjelajahan bahari mereka. Sejak abad ke-5 M, para pelaut Nusantara telah mampu menyeberangi Samudra Hindia hingga mencapai Afrika dan Madagaskar.

Optimalisasi Sinergi

Optimalisasi Pantai Kenjeran serta ekowisata hutan mangrove di Surabaya timur. Kita meyakini, Pantai Kenjeran bisa jauh lebih bagus, atraktif dan memikat dari apa yang terlihat saat ini. Peningkatan mutu dan kualitas sebagai objek dan daya tarik wisata di satu sisi, serta integrasi dengan wisata hutan mangrove di kawasan timur Surabaya, akan berdaya sinergis yang memajukan keduanya.

Pemkot Surabaya yang memiliki lahan mangrove seluas sekitar 1.933 hektare di kawasan pesisir pantai timur (kawasan Gunung Anyar Tambak sampai Sukolilo dan Mulyorejo), tahun 2009 ini dikembangkan sebagai Mangrove Information Center Surabaya (MICS).

Destinasi ini diharapkan menjadi pusat pelatihan, penelitian sekaligus nantinya dikembangkan sebagai sarana ekowisata (mangrove trail, pemandangan satwa, dan lain sebagainya).
Untuk menyelamatkan mangrove, Pemkot Surabaya sudah membuat perda yang mengatur wilayah Wonorejo dijadikan tempat konservasi mangrove. Sebagai destinasi wisata perkotaan yang baru, sinergi ekowisata mangrove penting untuk mempercepat kemajuan keduanya.

Revitalisasi Kalimas

Wisata bahari dan perairan jangan melepaskan warisan sungai Kalimas yang membentang penuh sejarah di tengah-tengah kota Surabaya. Dalam konteks ini, revitalisasi Kalimas yang telah dimulai tahun lalu sangat relevan.

Revitalisasi kalimas akan menjadikan sembilan titik pengerukan di sungai itu sebagai ikon dengan tema penataan sendiri-sendiri. Beberapa upaya yang akan dilakukan antara lain, mengubah dan menata orientasi bangunan tepi sungai.

Yang semula kumuh akan dijadikan sebagai wisata air atau ikon cagar budaya. Area penataan menjangkau pintu air jagir, kawasan peneleh, jembatan petekan, jembatan merah, jembatan jalan jagalan dan jalan pasar besar, Monkasel dan Plasa Surabaya, Kayoon, kawasan Dinoyo, sekitar Jembatan BAT.

Di sekitar kawasan itu, akan dibangun fasilitas publik untuk mendukung terciptanya wahana rekreasi baru, seperti taman kota, pedestrian, halte bus, area bermain, dan toilet. Intinya, supaya masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah dan murah, betah berlama-lama dan tertarik untuk berkunjung kembali.

Pada akhirnya pembangunan pariwisata bahari Surabaya juga perlu merangkai dengan kepulauan Madura dan Bawean. Efek ganda yang didapatkan dari tiga upaya sebelumnya, diharapkan menjalar sampai ke dua kepulauan itu. Maka, sinergi pariwisata dengan Madura dan Bawean jelas diperlukan.

Dengan demikian, pariwisata bahari tidak semata-mata monopoli daerah-daerah yang terkenal dengan warisan alam yang mempesona dan eksoktik. City tourism seperti Surabaya pun juga dapat dikembangkan ke arah itu.


Leave a comment

Categories